ngaben


Om  Swastyastu,
Salam hormat saya ratu pedanda...
maafkan kalau saya menggunakan bahasa indonesia, karena bahasa bali halus saya tidak sempurna..
saya dari Denpasar..adapun yang ingin saya tanyakan adalah :
1. Apa ada perbedaan antara ngaben pribadi dengan ngaben masal??

2. Apakah saya salah karena menentang keluarga saya yang ingin melaksanakan upacara ngaben bapak saya secara pribadi??
3. Apakah saya termasuk orang yang tidak berbakti dengan orang tua saya yang sudah meninngal??
perlu Ratu Pedanda ketahui, keluarga saya bukanlah keluarga kaya.. tetapi adat istiadat di lingkungan kami memang dari dulu melaksanakan ngaben pribadi...
Saya harapkan Ratu Pedanda mau memberikan penjelasan dan jawaban...
agar saya bisa lebih tenang..
Salam Hormat Saya
(I Made Dedi Prayoga)
Jawaban Ida Pedanda :

Om Swastyastu,
          Yang pertama perlu pedanda sampaikan bahwa upacara ngaben yang mana saja baik itu dari tingkatan yang paling tinggi hingga yang paling kecil yang dilaksanakan sesuai ajaran sastra adalah semuanya benar. Salah satu pilihan ngaben tersebut adalah ngaben bersama (atiwa tiwa kinembulan). Dalam ajaran agama hindu, sudah dipikirkan oleh para leluhur kita akan kondisi kemampuan setiap umat itu berbeda, agar jangan samapi ketidak mampuan itu menghalangi keinginan beryadnya, maka dari itu ada pilihan dengan ngaben secara kinembulan, dan itu dibenarkan oleh sastra. Jika memang mampu melaksanakan yadnya dengan tingkatan tinggi maka itu tidak masalah asalkan bisa melaksanakanya dengan tulus iklas. Jangan sampai karena kurang mampu lalu memaksakan diri hingga samapi menjual warisan dengan dalih yadnya, maka sesungguhnya itulah yang salah. Pedanda ingin memberi gambaran dalam kondisi nyata, andaikata kita ingin tangkil ke pura Besakih, maka jika kita mempunyai mobil pribadi maka itu tidak masalah, namun jika kita tidak mempunyai mobl pribadi maka itu tidak menjadi halangan untuk tangkil, bisa saja kita tangkin dengan bersama - sama menyewa bus..
          Seperti yang sering pedanda sampaikan, bahwa yadnya itu bukan keharusan, tapi merupakan kewajiban. Dan kewajiban itu harus dilaksanakan atas dasar kemauan, kemampuan, kondisi dan situasi dan atas dasar sastra agama. Tingkatan ngaben tidak menetukan baik buruknya tempat roh di alam sana, namun karmalah yang berperan. Jadi tidak benar jika tidak mampu melakukan ngaben secara sendiri maka tidak menjadi anak yang berbakti, yang terpenting lakukan yadnya sesuai kemampuan dengan hati yang suci dan tulus iklas, jangan sampai yadnya menjadi beban, jika sampai yadnya menjadi beban maka itu bukan yadnya, tapai pemaksaan diri sendiri. Demikan jawaban pedanda, semoga bermanfaat. Om Shanti Shanti Shanti om

0 Response to "ngaben"

Posting Komentar